Slawi FM – Budaya Jawa merupakan kebudayaan yang sangat kaya dan beragam, mencakup berbagai aspek kehidupan seperti kesenian, adat istiadat, bahasa, dan nilai-nilai luhur. Dalam sistem pendidikan umumnya mengacu pada konsep Ki Hadjar Dewantara.
Konsep Ki Hadjar Dewantara ini merupakan fondasi dalam penyelenggaraan pendidikan yang berkarakter Indonesia dan secara praktis diterapkan di awal kemerdekaan hingga saat ini walaupun di era reformasi semangatnya semakin surut karena eforia ideologi masyarakat yang semakin variatif.
Demikian yang dikatakan oleh Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes) Purwo Susongko dalam Talkshow Warta 10 yang dipandu oleh Budi Dav di Studio Radio Slawi FM pada Sabtu, (03/05/2025) pagi.
Menurut Purwo, filsafat jawa kuno dalam pendidikan menekankan pentingnya menggali kearifan lokal dan nilai-nilai budaya Jawa untuk membentuk karakter dan pemahaman siswa. Untuk itu dirinya tengah mengembangkan teori pendidikan budi yang memiliki sejarah singkat menurut ajaran jawa kuno bahwa bayi yang baru lahir ini memiliki energi kesadaran atau bisa disebut dengan budi.
“ Manusia dalam filsafat jawa kuno ada 5 (lima) unsur diantaranya Budi (Kesadaran), Manah (Pikiran), Cita (Persepsi), Ahangkara (Perasaan) dan Raga. Kalau ada aksi dari luar datang, maka segala sesuatu akan muncul dalam pikiran kita. Contohnya ketika kita menjumpai orang minta – minta tentunya akan masuk dalam pikiran yang memunculkan persepsi apakah ini dikasih bantuan atau tidak tergantung pada persepsi kita, “ tutur Purwo.
Sedangkan, tujuan pendidikan jawa kuno yaitu untuk meningkatkan kesadaran, membentuk individu yang memiliki budi pekerti luhur, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas sebagai seorang religius serta memenuhi kebutuhan individu dan sosial.
“ Tujuan utama pendidikan filsafat jawa kuno agar terbentuknya kesadaran bukan intelektual saja. Karena mendahulukan integritas baru intelektual, integritas sendiri berkaitan dengan budi pekerti. Justru orang – orang pandai tapi tidak memiliki integritas atau kesadaran dapat menghancurkan peradaban, seperti menjadi hacker dan membuat software pembobol bank, merekayasa regulasi, dan lain – lain,” jelas Purwo.
Purwo menjelaskan, bahwa anak – anak terlahir dan memiliki kesadaran awal yang bisa dipetakan menjadi tiga 3 yaitu Sattwa, Rajah dan Tamah. Sattwa adalah karakter manusia yang stabil, tenang dan damai, Rajah adalah karakter manusia yang agresif, dinamis dan penuh gerak sedangkan Tamah adalah karakter manusia yang lembam, malas dan apatis. Proses pendidikan akan mengarahkan siswa menuju karakter sattwa walaupun tentunya tidak mudah untuk berhasil karena kesadaran bawaan yang berbeda beda.
“ Jadi pengembangan dasar perilaku manusia kuncinya adalah bagaimana membangun kesadaran. Pikiran itu memimpin semua indera yaitu memimpin perasaan, persepsi dan kesadaran. Maka latihan pikiran ini penting dengan ketenangan berfikir, batin dan kekotoran batin harus dihilangkan. Karena kesadaran adalah kunci keberhasilan kita,” pungkasnya. (CF)
Penulis : Chairul Falah | Editor dan Publish : Chairul Falah