Perubahan Gaya Hidup Masyarakat

banner 468x60

Opini – Penurunan daya beli masyarakat atau istilah dalam ekonomi adalah deflasi terjadi sejak juli 2024, terhitung sampai bulan januari 2025 berarti sudah satu semester terjadi deflasi. Beberapa factor terjadinya deflasi menurut Tempo, (2024) disebabkan oleh; 1) Inflasi dan fluktuasi harga barang, 2) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), 3) Pendapatan riil yang tidak meningkat, 4) Menguras tabungan untuk kebutuhan harian, 5) Minimnya lapangan kerja, 6) Pajak dan 7) Ketersediaan kredit dan beban utang.

Namun, terjadinya deflasi tidak serta merta terjadinya penurunan pada sector pariwisata dan turunanya. Obyek wisata Guci pada saat libur lebaran 2024 sebanyak 72.058 wisatawan, pada saat libur natal sebanyak jumlahnya kisaran 2.500-3.000 orang per hari dan menjadi tempat wisata 10 yang paling banyak di kunjungi wilayah jawa tengah (Kartika, 2024). Hal ini belum terhitung jumlah pengunjung obyek wisata yang lain seperti; waduk Cacaban, Purin, Rodjo Tater dan tempat wisata lainya yang berada di kabupaten tegal dan sekitarnya. Tingginya minat berkunjung tempat wisata berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi yang sedang deflasi.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Fenomena perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia mengikuti gaya hidup masyarakat barat mulai terjadi semenjak terjadinya covid 19 selesai. Ekonom Prof. Rhenald Kasali yang menyebutnya sebagai lipstick effect, yaitu meski ekonomi mengalami krisis, masyarakat tetap membeli produk kecil yang mampu memberikan rasa nyaman dan kepuasan (Kirana, 2025). Namun, penulis menyebutnya sebagai gaya hidup siklus gembira.

Gaya hidup siklus gembira merupakan kehidupan yang focus pada bekerja, menabung dan berakhir ke tempat wisata (working – saving – hilling). Pertama, bekerja (working), masyarakat akan focus pada pekerjaan sampai empat atau lima hari kedepan menyelesaikan tugas – tugas harian yang diberikan oleh perusahaan bahkan sampai dilakukan lembur pekerjaan agar pekerjaan selesai pada saat itu juga jika memungkinkan. Kedua, menabung (saving), setelah masyarakt bekerja mereka berusaha untuk menabung dari hasil pekerjaanya (terutama dari hasil lembur bekerja) untuk keperluan diluar kebutuhan konsumsi pokoknya. Ketiga, liburan (hilling), pada saat weekend (sabtu/ minggu) mereka melakukan liburan dengan teman, keluarga ataupun rekan bisnis dari hasil pekerjaanya selama emapat atau lima hari kerja.

Gaya hidup siklus gembira seakan telah menjadi kegiatan wajib disemua elemen masyarakat tanpa terpengaruh kondisi ekonomi yang sedang terjadi. Efek dari gaya hidup ini dalam jangka pendek menguntungkan industry pariwisata dan terjadinya perputaran ekonomi di usaha mikro kecil dan menengah, dari sisi pengunjung atau masyarakat keuntungannya adalah mengurangi beban kerja atai stress yang terjadi selama mereka bekerja, mengeratkan ikatan kekeluargaan, persahabatan dan rekan bisnis. Namun, dalam jangka Panjang berdampak pada tidak memilikinya saving untuk kebutuhan mendadak atau perencanaan keuangan tidak direncanakan dengan baik. Faktanya saat ini hanya 24% masyarakat Indonesia yang memiliki dana darurat yang memadai dan menurut hasil penelitian Finder, 31% dari Gen Z tidak memiliki tabungan (tempo, 2024).

Gaya hidup siklus gembira memberikan peluang pertumbuhan industry pariwisata karena masyarakat sebagai pengunjung di tempat wisata memerlukan eksistensi baik di lingkungan masyarakat, kerja dan sosila. Pembuktian dari Gaya hidup siklus gembira adalah upload foto ataupun video di media sosial sebagai bukti bahwa mereka telah mengikuti trend masyarakat sukses.

Penulis : Prayitno,.SE,.MM (Dosen Politeknik Pancasakti Global) | Publish : Chairul Falah

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *