Ragam – Dalam budaya Jawa, “Nyadran” merupakan tradisi turun-temurun yang berkaitan dengan penghormatan kepada leluhur. Kata “Nyadran” berasal dari bahasa Sanskerta “sraddha”, yang berarti “keyakinan” atau “penghormatan” kepada arwah leluhur.
Dalam bahasa Jawa, “Nyadran” juga dihubungkan dengan kata “sadran”, yang merujuk pada bulan Ruwah atau Sya’ban dalam kalender Hijriyah. Pada bulan ini, masyarakat Jawa biasanya melakukan tradisi membersihkan makam leluhur, berdoa bersama, serta mengadakan kenduri sebagai bentuk persiapan menyambut bulan suci Ramadan. Tradisi ini tidak hanya bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur, tetapi juga menjadi sarana mempererat hubungan keluarga dan masyarakat.
Namun, berbeda dengan tradisi Jawa yang dilakukan sebelum Ramadan, masyarakat Tegal dan Brebes memiliki versi Nyadran yang unik. Di daerah ini, penggunaan istilah Nyadran bukanlah ziarah kubur, melainkan tradisi berkunjung ke rumah sanak saudara yang lebih tua atau yang lebih dihormati saat Idul Fitri. Pada momen Lebaran, keluarga yang lebih muda akan mendatangi rumah orang tua, paman, bibi, bude, kakak atau orang yang lebih dihormati oleh mereka untuk bersilaturahmi dan menunjukkan rasa hormat.
Ciri khas dari Nyadran di Tegal-Brebes adalah membawa bingkisan yang biasanya berisi jajanan, gula, teh, atau lainnya sebagai tanda kasih. Selain memberikan bingkisan, momen ini juga menjadi kesempatan untuk meminta maaf, saling berbagi cerita, dan mempererat hubungan keluarga dalam suasana yang penuh kehangatan.
Menariknya, meskipun penggunaan kata Nyadran di Tegal-Brebes tidak berfokus pada ziarah kubur, namun masyarakat tetap melaksanakan ziarah setelah salat Idul Fitri. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk doa untuk keluarga yang telah meninggal dunia sebelum melanjutkan rangkaian silaturrahim ke sanak saudara. Dengan demikian, nilai penghormatan kepada keluarga tetap terjaga, baik dalam bentuk kunjungan langsung maupun doa di makam.
Meskipun memiliki bentuk yang berbeda, baik Nyadran versi Jawa maupun Nyadran ala Tegal-Brebes memiliki makna yang sama, yaitu menjaga silaturrahim dan menghormati leluhur serta keluarga. Satu dilakukan dengan ziarah kubur sebelum Ramadan, satu lagi dengan mengunjungi keluarga yang lebih tua saat Lebaran. Keduanya tetap mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, penghormatan, dan kekeluargaan.
Di era modern, tradisi seperti Nyadran menjadi bagian penting dalam menjaga hubungan kekeluargaan agar tetap erat. Baik dalam bentuk ziarah maupun kunjungan keluarga, yang terpenting adalah semangatnya menghormati yang lebih tua, menyambung silaturrahim, dan menjaga nilai-nilai budaya yang telah diwariskan turun-temurun.
Penulis : Hida DBS | Publish : Chairul Falah