Perilaku Pro Organisasional Yang Tidak Etis di Masyarakat

banner 468x60

OPINI – Peristiwa yang terjadi secara tidak sengaja, bebeda latar belakang, cerita, budaya, agama, ras, etnis, suku, sosial, kelas masyarakat dan status yang terjadi secara acak maupun berurutan namun merubah seluruh tatanan yang ada menuju kea rah idealis tatanan masyarakat walaupun dengan didahului oleh perilaku pro – organisasonal yang tidak etis dilakukan masyarakat.

Peristiwa tersebut dimediasi oleh sosial media. Sosial media sebagai sarana komunikasi yang telah umum digunakan oleh masyarakat menjadi alat yang efektif menyampaikan informasi dan komunikasi dibanding yang selama ini dilakukan secara konvensional. Media sosial juga memiliki ikatan perasaan, solidaritas, kesamaan nasib dan emphaty kuat diantara penggunanya walaupun mereka tidak memiliki ikatan keluarga.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Beberapa peristiwa yang melibatkan perilaku pro – organisasional yang tidak etis masyarakat dipicu oleh peristiwa tidak berjalannya proses hokum dengan semestinya. Misal, penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat perpajakan (inisial MD) terhadap teman sebayanya berlatar belakang permasalahan remaja namun peristiwa ini kurang mendapatkan perhatian dari penegak hokum sehingga di-viral-kan media sosial dan pada akhirnya semua masyarakat menghujat secara massive, namun secara mengejutkan setelah viral rentetan kejadian terbongkar bahwa orang tua MD yang bekerja di perpajakan juga melakukan tindak kejahatan.

Peristiwa terbaru yang sangat fenomenal di akhir 2024 adalah terjadi secara kebetulan “serba agus “. Pelecehan seksual, penyiraman air keras dan penghinaan terhadap penjual es teh keliling. Hujatan yang dilakukan oleh masyarakat lewat media sosial mampu meruntuhkan kesombongan dan jabatan yang dimiliki oleh seorang yang melakukan pelanggaran etika, perilaku dan hokum. Perilaku pro-organisasi yang tidak etis didefinisikan sebagai perilaku yang dilakukan dengan tujuan untuk memberi manfaat, tetapi melanggar nilai-nilai inti masyarakat, norma, hukum, atau standar perilaku yang tepat (Newman, A., Mo, S., & Lupoli, 2024).

Meskipun Perilaku Pro-Organisasi yang Tidak Etis melanggar standar global perilaku etis, Individu mungkin menganggap konsep tersebut positif dan diinginkan karena memberikan beberapa manfaat (Tsiavia, 2016). Pelanggaran terhadap hokum yang dilakukan oleh seseorang diawali dengan penyimpangan perilaku dan etika. Timbulnya perilaku tidak etis secara bersama – sama dan massive oleh masyarakat melalui media sosial akibat tidak berfungsinya dengan baik norma dan hokum yang selama ini telah disepakati bersama.

Tindakan masyarakat yang menghujat secara etika dan budaya ketimuran memang tidak dibenarkan namun, tindakan tersebut dilakukan untuk menyadarkan para stakeholder pemegang kekuasaan dan para tokoh budaya, agama dan masyarakt bahwa peran mereka sangat diperlukan untuk menegakan etika, budaya dan hokum yang menjadi kesepakan bersama di masyarakat.

Perilaku pro-organisasi yang tidak etis yang dilakukan secara bersama – sama masyarakat akan mengarah ke perubahan tatanan soaila yang ideal. Hal ini terbukti secara efektif peristiwa – peristiwa yang terjadi kemudian viral di media sosial menjadi perhatian khusus dan dengan cepat diselesaikan oleh tokoh agama, tokoh masyarakat dan penegak hokum. Apabila belum menemukan penyelesaian, masyarakat secara terus – menerus membahas, mengritik dan mencaci maki selama 24 jam di media sosial hingga waktu yang tidak dapat ditentukan selama belum secara tuntas ditangani, perilaku tidak etis yang dilakukan masyarakat juga bisa didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan permasalahan (Basaad, Bajaba, & Basahal, 2023).

Perilaku pro – organisasional yang tidak etis seolah – olah menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang telah pesimis dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya, baik apa yang terjadi pada dirinya maupun orang lain karena merasa kasihan dan perhatian terhadap orang lain. Namun, diharapkan dalam beberapa tahun kedepan perilaku ini bisa dikurangi ataupun tidak dilakukan sama sekali sebab apabila dilakukan terus menerus dalam jangka panjang dikhawatirkan menjadi budaya di masyarakat bahwa menyelesaikan permasalahan harus dengan perilaku yang tidak etis agar secara cepat terselesaikan.

Penulis : Prayitno,.SE,.M.M (Dosen Politeknik Pancasakti) | Publish : Chairul Falah

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *