Ragam – Mudik merupakan tradisi tahunan di Indonesia yang identik dengan perayaan Hari Raya Idulfitri. Kata “mudik” sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu “mulih dilik,” yang berarti pulang sebentar. Tradisi ini telah berlangsung selama berabad-abad dan semakin berkembang seiring dengan perubahan zaman.
Meskipun awalnya hanya dilakukan oleh perantau dari pedesaan yang mencari nafkah di kota, kini mudik menjadi fenomena nasional yang melibatkan jutaan orang dari berbagai latar belakang.
Sejarah mudik di Indonesia bisa ditelusuri sejak era Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16. Saat itu, banyak warga yang merantau ke kota-kota besar untuk berdagang atau bekerja di pemerintahan. Ketika hari besar keagamaan tiba, mereka pulang ke kampung halaman untuk berkumpul dengan keluarga. Tradisi ini semakin mengakar pada masa kolonial Belanda, ketika masyarakat pribumi mulai bekerja di kota-kota besar seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya.
Setelah Indonesia merdeka, urbanisasi besar-besaran terjadi, terutama pada dekade 1970-an dan 1980-an. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan menjadi magnet bagi para pencari kerja. Akibatnya, jumlah pemudik meningkat drastis setiap tahunnya, seiring dengan meningkatnya jumlah pekerja migran yang ingin merayakan Lebaran bersama keluarga di kampung halaman.
Pada era modern, mudik tidak hanya dilakukan dengan moda transportasi darat seperti bus, mobil pribadi, dan sepeda motor, tetapi juga dengan kereta api, kapal laut, dan pesawat terbang. Pemerintah pun setiap tahun menyiapkan berbagai kebijakan untuk mendukung kelancaran arus mudik, seperti mudik gratis, rekayasa lalu lintas, serta perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan.
Berdasarkan survei Kementerian Perhubungan RI, potensi pergerakan masyarakat selama libur Lebaran tahun ini diperkirakan mencapai 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Hal ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang sekitar 193,6 juta orang.
Salah satu daerah yang menjadi perhatian dalam arus mudik adalah Kabupaten Tegal. Kabupaten ini menjadi titik strategis karena dilintasi oleh Jalur Pantura, salah satu jalur utama mudik di Pulau Jawa.
Selain sebagai daerah transit, Tegal juga menjadi destinasi mudik bagi banyak perantau yang bekerja di Jakarta, Bandung, dan kota besar lainnya. Pemerintah Kabupaten Tegal setiap tahunnya berupaya mengantisipasi lonjakan pemudik dengan memperbaiki jalan, menambah posko kesehatan, serta berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengamankan jalur mudik.
Fenomena mudik juga membawa dampak ekonomi yang signifikan. Selama masa mudik, perputaran uang di daerah meningkat tajam karena banyak pemudik yang membawa serta uang hasil kerja di perantauan. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti warung makan, penginapan, dan toko oleh-oleh mengalami lonjakan omzet.
Di sisi lain, tantangan yang dihadapi dalam arus mudik antara lain kemacetan parah, kecelakaan lalu lintas, serta potensi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan infrastruktur dan layanan transportasi agar mudik menjadi lebih aman dan nyaman bagi masyarakat.
Secara keseluruhan, mudik bukan hanya tradisi pulang kampung, tetapi juga mencerminkan eratnya ikatan kekeluargaan dalam budaya Indonesia. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, semangat mudik tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idulfitri bagi jutaan rakyat Indonesia.
Penulis : Juni Tri Setiyono | Publish : Chairul Falah